Category Archives: Life

Jangan ikut-ikut

Pengen sedikit menulis, awalnya karena teman nge share artikel dailysocial.net tentang membangun startup, intinya dalam artikel itu, jangan membangun startup karena ikut-ikut atau karena lagi nge-trend. Pendapat itu benar juga, memang kalo hanya sekedar ikut-ikut tanpa tau apa sebenernya startup itu, ya susah juga, kalo hanya bermodalkan mimpi membangun sebuah layanan yang kemudian dihargai sekian juta dollar. Sekalipun mimpi itu penting dan tidak melanggar undang-undang, norma, hukum agama dan KUHP, tapi mesti diingat juga, mimpi tidak bisa berdiri sendiri. Disebelah mimpi harus ada wawasan, dibelakangnya harus ada tekad yang kuat dan kemauan, dan di depan, mesti ada sejumlah dana untuk menarik kita sebelum gerobaknya benar-benar berjalan sempurna.
But, nah ini yang penting juga, bahwa trend juga terbentuk kadang tanpa kita sadari. Katakanlah begini, 10 tahun lalu kita melihat sekelompok pemuda membangun sesuatu yang nyeleneh, idenya sederhana, tapi kita lihat passion mereka begitu tinggi terhadap apa yang mereka kerjakan. Kita mengamati dari tahun ke tahun, tahun pertama, tahun kedua, mereka masih struggle dengan mimpi mereka, hingga di tahun ketiga kita penasaran dan mencoba mengupas apa yang mereka kerjakan, mempelajari apa yang sedang mereka bangun, dan akhirnya di tahun ke empat, kita membangun hal yang serupa.
Kita asik dengan mainan baru kita, begitu bersemangat mencoba mewujudkan apa yang kita impikan sambil menendang segala hadangan dan rintangan yang menghadang, hingga kita tahu bahwa apa yang kita bangun ternyata tidak mudah. Tapi dengan diasah oleh pengalaman dan jiwa kita memang sudah stay disana, what ever it takes, kita enjoy menjalaninya, sekalipun babak belur – berdarah-darah. Konsekuensinya banyak yang melihat kita gila, madness, seperti melakukan sesuatu yang tidak berguna, karena nyatanya memang kita masih jauh dari sukses untuk ukuran mereka, para pengamat yang hidup dalam keumuman.
Kemudian di tahun ke delapan – ke sembilan, ternyata apa yang kita lakukan ini mulai membuahkan hasil. Tunas-tunas (kawan-kawan yang kita amati sebelumnya, yang lebih dulu berkarya) mulai merekah, mereka mulai mekar, elok sekali buah karya mereka hingga kesuksesan menghampiri mereka. Dan itu menarik orang-orang untuk ikut mengamati, karena katanya sekarang sudah ada bukti. Dan berbondong-bondong lah mereka meniru, ikut-ikutan, tapi sayangnya beberapa diantara mereka meniru cesss plekk, totally meniru, dan parahnya jiwanya tidak ada disana, passionnya hanya didasari ngiler lihat nilai jual sebuah startup yang diulas di techinasia.com, dan kebetulan punya duit, mereka gelontorkan sekian digit dalam bentuk dollar amerika ke bisnis baru yang katanya gurih ini. Tapi apa lacur, beberapa hancur, hanya dapet keren-nya doang, pernah, have to quotes this, “pernah” membangun startup. Tapi cepat pula mereka pergi, karena katanya itu bisnis mimpi. ROI nya tidak jelas, katanya ini cuman bisnis yang lagi trend doang. Kening ini mengerut, kenapa harus trend?
Nah kita disini, dengan segala tetek bengek, halang rintang dan kawan-kawannya, masih saja berkutat dengan mimpi delapan tahun lalu, dan semoga tidak pernah padam. Waktu itu mantap saya bilang ke seorang investor, untuk mempercayai saya dan bisnis ini, saya sudah menetapkan jalan dimana there is no way back, tidak ada exit door apalagi shortcut, dan sekarang pun masih seperti itu, sekalipun kerjasama pertama saya rugi, dan sampai sekarang belum tuntas karena investornya lalu mencari jalan keluar tanpa berpaling kembali (tapi masih suka nagih hehe). Sekalipun nafas sudah hampir habis, tapi passion ini tidak pernah surut, karena saya tidak ikut-ikut.
Ploong deh udah ditulis. —- transmission closed —-

Tentang Puasa

Puasa bukan puasa jika tanpa ujian dan godaan, puasa bukan puasa jika hari hari hanya kita lalui dengan menunggu waktu berbuka, puasa bukan puasa jika hanya sekedar menahan lapar. Puasa bisa diibaratkan peperangan yang melibatkan musuh terbesar kita, yaitu diri kita sendiri, berjibaku dengan keangkuhan, bergelut dengan emosi, bertarung dengan sesuatu yang hanya bisa difahami jika kita meyakini bahwa perang ini bukan tentang pahala, bukan tentang surga yang dijanjikan, ini tentang diri kita sendiri.

Puasa kali ini rasanya berantakan, semakin tua emosi malah semakin menjadi. 30 usia saya, tapi tidak demikan dengan kebijaksanaan yang konon katanya semakin matang dengan jalannya usia. Berkali-kali, diawal usia 30 ini saya melihat diri saya sungguh menyedihkan, pecundang yang lagi-lagi kalah dalam pertempuran. Ini bukan tentang seberapa kuat perut menahan lapar, atau seberapa lama tenggorokan menahan dahaga. Bukan, bukan tentang itu.

Tentang menulis lagi (yang tidak beres-beres)

Hey ho, ternyata writing can be so much fun, cuma memang untuk mendapatkan mood menulis buat saya rada sulit juga, masih mending jika menulisnya itu berdasarkan permintaan, jika untuk blog sendiri agak sulit menemukan benda bernama mood ini. Menulis anonim jauh lebih mudah, entah kenapa, mungkin karena terbebas dari ikatan pribadi, kalo untuk pribadi mungkin sedikit ja’im atau bagaimana. Ini mesti saya akui, sebagai sebuah proses untuk mengkritik diri sendiri supaya tidak malas mengisi blog. Sementara jika berdiskusi begitu banyak yang saya umbar hingga berbusa, di blog justru seperti tercekat lidah, kata-kata itu sulit keluar.

Baiklah, mungkin bukan hanya saya yang merasakan hal seperti ini, mungkin anda juga, mungkin mereka juga. Lalu bagaimana mengatasinya? mungkin dengan sedikit usaha untuk menghilangkan rasa malas dan mencoba trap a point dalam peta pemikiran dan find the way dalam menyampaikan sesuatu, kondisi ini bisa cair. Percaya atau tidak, tulisan ini dibuat ketika saya sedang berada di tempat yang ramai, tempat yang sebetulnya tidak nyaman untuk saya. Tapi ternyata kata-kata ini keluar dalam kondisi yang tidak mengenakkan. Kata-kata apa? nah ini sembarang dulu lah, ini tidak sedang menulis karya ilmiah.

Ok, so whats the point? Intinya, seperti yang sering saya tulis dan terus berulang ulang jadi bahan tulisan, jika mau menulis, menulis saja, lepaskan dari tekanan dan beban, set it free saja. Ini blog pribadi, saya mau tulis apa, itulah yang nantinya akan jadi bahan penilaian orang terhadap saya, berapapun nilainya urusan belakangan, tapi urusan konsistensi harus jadi prioritas, bagaimana menulis ini menjadi sesuatu yang bisa berkesinambungan, mungkin saya mesti lebih banyak ada di tempat yang menurut saya kurang nyaman, hanya untuk mendorong mood menulis untuk keluar. Mungkin juga 🙂

Mari menjadi Pioneer

Barusaja ngobrol masalah pengembangan produk dengan rekan kerja, banyak ide terlontar tentang pemanfaatan teknologi informasi yang memungkinkan untuk diadaptasi masyarakat dan kedepannya bisa memberikan solusi kepada publik. Sebetulnya produk dengan genre layanan publik adalah lagu lama di perusahaan saya, beberapa produk sedang digiatkan dan mudah-mudahan segera rilis.

Tapi yang kali ini ingin saya bahas bukanlah tentang produk layanan publik yang sedang kami buat, tapi lika liku seputar pelaksanaanya yang kadang bikin gregetan, kadang bikin down, dan pernah juga bikin putus asa. Mari kita mulai dari kisah sebuah layanan traffic monitoring berbasis web yang sempat tercetus dan sangat ingin kami realisasikan. Secara sederhana layanan ini adalah layanan yang sudah umum tersedia di kota-kota besar dimana public dapat mengakses sejumlah kamera pemantau melalui browser, harapannya dengan adanya pantauan seperti ini bisa memantau behaviour dari satu ruas jalan tertentu, big picture nya adalah solusi terahadap kemacetan yang mau tidak mau pasti akan menghampiri kota Tasikmalaya. Ya, Tasikmalaya bukan Bandung atau Surabaya atau Jakarta, scale nya masih tergolong kecil, lalulintas tidak se sibuk kota-kota besar lainnya di Indonesia. Beberapa pihak memandangnya sebagai sebuah langkah yang terlalu cepat, mereka bilang itu belum saatnya, terkesan mengada-ada dan parahnya mereka melarang orang untuk bermimpi, mimpi tentang sebuah kota yang bebas macet.

Ada juga yang menganggap ide ini sebagai ide menghambur-hamburkan uang, ide yang sungguh-sayang jika direalisasikan sekarang — dan segudang perdebatan lain yang intinya, ide ini tidak masuk akal.

Begitukah? Kami berfikir sebaliknya, saya pribadi berfikir jika memang saat ini bukan waktunya, maka nanti ide ini adalah ide usang, ide yang TERLAMBAT. Menunggu masalah datang tentu bukan ide yang bagus juga, menyelesaikan masalah yang sebetulnya bisa dihindari juga bisa dibilang konyol. Seperti tata kota, ketika sebuah kawasan sudah padat, sulit rasanya memperbaiki tatanan kota, akan lebih sulit mengurai masalah ketika masalah tersebut menjadi kompleks, saya kira pemikiran seperti ini tidak perlu diperdebatkan lagi, saya jamin, orang akan sangat menyesali penyesalan (seharusnya).

Lalu apa yang terjadi? ya ide itu terus bergulir, dengan segala karat menempel di as roda, ide itu kami usahakan untuk terus menggelinding. Kami mencoba untuk tetap optimis, setidaknya, diantara tanggapan yang kurang sedap tadi, sedikit banyak melepaskan beban, bahwa tidak masalah jika kelak kami ternyata terlambat karena seretnya laju realisaasi ide kami, menarik, kami akhirnya berbesar hati untuk tetap menjadi pemenang, apapun kenyataanya didepan.

Mari jadi pioneer.

(Tulisan rusuh mode.on)

 

Tulisan Acak

Melakukan sesuatu akan lebih baik jika terencana, untuk itu perlu disusun perecanaan , dan biasanya perencanaan selalu disertai dengan target, supaya parameter keberhasilan dari rencana tersebut jelas dan dapat di evaluasi. Jika sesuatu dapat di evaluasi, maka mudah bagi sesuatu itu untuk belajar, dipelajari dan memperbaiki diri. Jika punya kemampuan memperbaiki diri, seperti wolverine weapon-x, ia akan jadi senjata yang kuat sekaligus mematikan. Pertanyaanya, seberapa cepat sesuatu itu dapat memperbaiki diri? Karena jika terlalu lama, kemampuan itu nyaris tidak ada gunanya jika sedang bertarung dengan senapan mesin yang senantiasa menyerang bertubi-tubi.

Dalam pertandingan memanah atau menembak, semakin jauh dan semakin tepat orang bisa menembak / memanah, maka ia akan jadi pemenang. Dan sebaliknya, orang yang tidak bisa menembak dengan tepat, bahkan dari jarak dekat, sudah barang tentu hanya akan jadi pecundang. Tapi bagaimana dengan orang yang hanya peduli dengan target yang jauh tapi untuk target yang dekat dia seperti presbyopia, belajar memanah dengan target yang jauh tapi tidak berhasil memungut anak panah yang tercecer diantara kedua kakinya, karena yang dekat-dekat terlihat kabur, samar-samar tidak jelas.

Ada juga pemanah yang hanya mau membidik target-target dekat, target-target yang ia kenal, biasanya ia menghindari iklim kompetisi dimana dia tidak dapat memastikan dirinya berada dalam posisi yang menguntungkan untuk menang, ia benci kompetisi.

Kesimpulannya? ini hanya tulisan acak, saya tidak bermaksud menuliskannya secara sistematis, hanya sebuah pemikiran yang datang tiba-tiba, mengisi kekosongan diantara waktu senggang yang semakin menipis.

Jualan Headline

Melihat begitu banyaknya media berita sekarang, dan (entah) apakah karena begitu mudahnya mendirikan sebuah surat kabar dan sejenisnya belakangan ini, orang berebut mencuri perhatian orang dengan headline mentereng untuk mencuri perhatian orang yang kian hari kian menuntut berita yang baru. Seperti yang diakui petinggi salah satu portal berita terbesar di Indonesia ketika net conferrence beberapa waktu lalu, bahwa sekarang dengan arus informasi yang begitu cepat, pembaca menuntut berita ‘baru’ setiap menitnya. Menurutnya, untuk dapat menrik minat pembaca dibutuhkan sebuah headline yang menyengat, yang asam, kecut, yang mengusik rasa penasaran, yang pedas, orang akan malas dengan suguhan berita yang ‘itu-itu-saja’.

Belakangan ini baik di internet maupun di media cetak, saya sering melihat (yang dengan kapasitas dan pandangan saya) headline yang dibuat untuk menarik perhatian, sekalipun isinya melenceng. Contohlah ketika membaca sebuah headline ‘Masinis nyabu dalam kereta’, ini menarik, padahal ketika dibaca artikelnya ternyata isinya ; karena perusahaan kereta api kekurangan SDM, seorang masinis harus rela bekerja nonstop dan bermalam di gerbong kereta dengan makanan seadanya, kadang mereka harus nyabu (sarapan bubur), karena hanya itu makanan yang dijajakan pedagang makanan di pagi hari sementara tempat-tempat makan masih belum buka. Menurut saya nilai beritannya adalah perusahaan kereta api kekurangan SDM, bukan sarapan bubur-nya. (ini contoh saja lho ya, saya tidak mengutip dari media manapun, tapi saya mereka-reka yang mirip-mirip sekenarionya). Continue reading

Internet; tidak selalu bebas

Sebetulnya tulisan ini penting-tidak-penting, hanya ingin membahas kecil saja, mengenai kebebasan, hak dan kewajiban. Mungkin terdengar serius, sebetulnya tidak juga, ini justru terfikirkan ketika beberapa orang di sekitar saya sedang membicarakan tentang sebuah game online di facebook yang sedang mewabah, city ville dan kawan-kawannya.

Awalnya begini, ada seorang teman yang mungkin merasa risih dengan orang -orang seusianya yang masih ribut bermain online game di facebook, disamping terkadang mengganggu streamline facebook dengan deretan posting request ini-itu, game semacam ini pun ampuh menghisap waktu seseorang, tak kurang dari satu atau dua jam bisa menguap begitusaja dengan bermain game-game seperti ini. Teman saya ini rupanya ingin menyuarakan hal yang ia yakini benar, yaitu : “Ayolah, masa waktu di internet habis cuma untuk main game, apa tidak ada kerjaan lain”. Continue reading

Trending Topic #Macet

Saatnya lebaran tiba, ngumpul-ngumpul ngobrol dengan keluarga dari luar kota, kemudian mengisi waktu malas setelah beramah-tamah ala lebaran sambil ngopi. Masing masing menyimpan pertanyaan yang sama ; ngapain lagi sekarang. Selagi pertanyaan itu belum terjawab, ngalor-ngidul ngobrol tentang ini itu, dan menarik, yang paling hangat dalah membicarakan masalah macet, warna-warni khas lebaran di Indonesia.

Seperti dilaporkan, sekitar 10 juta jiwa bergerak bersamaan dengan rute kota besar, menyebar ke seluruh penjuru negeri, utamanya di pulau Jawa. Dengan volume kendaraan yang melonjak sedemikian besar, tentu kemacetan bukan sesuatu yang diluar dugaan, ini telah berulang-ulang entah berapa kali, seperti saya bilang, ini selalu jadi trending topik ketika lebaran, seolah tidak ada lebaran tanpa kata macet.  Continue reading

Ada katak tersesat didalam kotak

Ada kritik ketika saya mencoba mengembangkan sebuah layanan online lokal, sedianya saya memang membuat layanan tersebut untuk dipakai oleh masyarakat disekitar saya di Tasikmalaya, karena saya menggunakan Bahasa Indonesia, kritik itu mengusik perkara : kenapa kalau untuk layanan lokal tidak pakai Bahasa Sunda saja, tidak perlu berlagak letter ‘B’.

Saya mencoba untuk terbuka terhadap kritik, saya fikir memang jika ingin memperbaiki diri kita harus mau menerima kritik dan melakukan perbaikan. Tidak sampai disitu, saya tetap membedakan kritik menjadi dua, pertama kritik membangun, dan kedua kritik kosong. Kritik membangun adalah kritik yang sekiranya memiliki dasar yang jelas, sedangkan kritik kosong seperti udara didalam kantong muntah, begitu di pukul ledakannya keras, tapi tidak ada isinya kecuali bau aroma kantong muntah. Continue reading

Perahu diatas bukit

Membangun startup di daerah bisa jadi pekerjaan yang cukup menyita waktu, harta dan kehormatan. Di beberapa saat bahkan para penggiat web/startup mesti merelakan hidungnya berdarah-darah karena geregetan atau sekedar menahan rasa frustasi. Betapa tidak, apa yang dibangun para penggiat web/startup di daerah bertemu muka dengan fakta bahwa di daerah active internet user growth-nya  masih tergolong rendah. Active internet user disini bukan orang yang rajin update status atau berkicau di Twitter saja, tapi lebih jauh, mereka yang mempergunakan internet seperti pasta gigi, digunakan setiap hari dan merasa tidak nyaman jika lupa menggosok gigi. Di daerah internet baru mewabah setelah boomingnya Facebook dan dukungan perangkat ‘melek internet’ serta obral tarif akibat saling sikut provider selular. Sementara jumlah pengguna facebook tidak berarti berbanding lurus dengan awareness masyarakat mengenai internet secara menyeluruh. Continue reading